√ Beban Kerja Guru Bukan Lagi 24 Jam Tatap Muka Tapi 8 Jam Selama 5 Hari Kerja

Sahabat Edukasi yang berbahagia... Mulai pada tahun pelajaran 2019/2019 terdapat perubahan jam kerja khususnya bagi guru yang mana sebelumnya 24 jam namun mulai tahun pelajaran 2019/2019 ini beban kerja guru yakni 8 jam selama 5 hari kerja sebagaimana Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya. Sebagaimana gosip resmi yang dikutip dari Kemendikbud.go.id terkait dengan terus dilakukannya penataan Guru dan Tenaga Kependidikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dipublikasikan pada tanggal 16 November 2019 selengkapnya sebagai berikut:

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan bangsa dan negara. Oleh alasannya itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bertekad untuk menuntaskan banyak sekali permasalahan yang timbul di sektor pendidikan. Salah satu duduk kasus pelik yang dihadapi ketika ini yaitu duduk kasus guru.


“Sebenarnya bila duduk kasus guru ini tertangani dengan baik, maka 70% urusan pendidikan di Indonesia ini selesai. Yang kita butuhkan ketika ini yaitu guru yang kreatif, cerdas, inovatif, bekerja menurut panggilan jiwa sehingga pikiran dan hatinya akan tergerak,” demikian disampaikan Mendikbud dalam sambutannya ketika membuka Rakor Penataan Guru dan Tenaga Kependidikan di Hotel Millenium, Kebon Sirih, Jakarta, Kamis (15/11/2019).

Ditambahkan Mendikbud, ketika ini beban kerja guru bukan lagi 24 jam tatap muka melainkan 8 jam selama 5 hari kerja menyerupai ASN pada umumnya. Hal ini sudah diterapkan mulai tahun ini, secara sedikit demi sedikit sekolah menerapkan jam mencar ilmu mengajar selama 8 jam selama 5 hari kerja.

“Untuk siswa, sekolah sanggup menerapkan kegiatan reguler menyerupai pada umumnya atau boarding school. Untuk sekolah negeri tetap sekolah reguler dan bila memang ada kebijakan untuk pelajaran tambahan, silahkan melakukan ekstrakurikuler yang dilakukan oleh sekolah sendiri maupun bekerja sama dengan penyelenggara pendidikan di luar sekolah. Namun, guru tetap masuk 8 jam dan tidak perlu menambah jam mengajar. Dengan begitu, saya berharap semoga tidak ada lagi guru yang sudah mempunyai akta tetapi tidak sanggup mendapat tunjangan profesi alasannya tidak sanggup memenuhi 24 jam tatap muka”, terang Mendikbud.

“Bapak dan Ibu jangan mengira bahwa Kemendikbud senang bila guru tidak mendapat tunjangan profesi alasannya ini justru akan menciptakan duduk kasus yaitu menjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran  (SILPA). Kalau banyak dana SILPA-nya maka kawasan tersebut dianggap tidak berhasil memakai anggaran”, kata Mendikbud.

Mendikbud menjelaskan  bahwa APBN tahun 2019 mencapai Rp2.461,1 triliun. Sebanyak 20%  dari anggaran tersebut atau sebesar Rp492,5 triliun diperuntukkan  bagi sektor pendidikan. Dari anggaran sektor pendidikan tersebut, sebesar Rp308,38 triliun  atau 62,62% ditransfer ke daerah. Sisanya, didistribusikan kepada 20 kementerian/lembaga yang melakukan fungsi pendidikan. Anggaran pendidikan terbesar ada di Kementerian Agama (Kemenag) yaitu sebesar Rp51,9 triliun (10,53%). Di posisi kedua yaitu Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yaitu sebesar Rp40,2 triliun (8,14%). Sedangkan Kemendikbud menempati posisi ketiga dengan jumlah anggaran Rp35,99 triliun (7,31%).

“Ini artinya bahwa tanggung jawab pendidikan semakin dilimpahkan ke daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Dengan anggaran yang semakin besar dari waktu ke waktu dan kewenangan juga semakin diperbesar. Tahun 2019, Kemendikbud sudah tidak lagi mengelola dana tunjangan fisik alasannya eksklusif ditangani oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU PR) dan kami akan lebih fokus kepada training mutu, pengawasan, regulasi, dan afirmasi. Oleh alasannya itu, saya mohon kepada Bapak dan Ibu untuk bekerja sama dengan kami. Maju atau tidaknya pendidikan ditentukan oleh kinerja masing-masing kabupaten dan kota,” tambah Mendikbud.

Mendikbud menjelaskan, ada 2 jenis dana pendidikan, yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), kecuali untuk Aceh, Papua, dan Papua Barat yang mendapat dana pemanis alasannya merupakan kawasan otonomi khusus. DAK terbagi menjadi 2 yakni DAK fisik dan DAK non fisik. “Dengan DAK fisik inilah, pemerintah kawasan seharusnya juga membangun sekolah baru, rehabilitasi, dan rekonstruksi sekolah. Sedangkan DAK non fisik terutama ditujukan untuk dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana inilah yang harus dikelola dengan baik”, ujar Mendikbud.

Sementara itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Supriano, dalam laporannya memberikan bahwa kegiatan Rakor Penataan Guru dan Tenaga Kependidikan ini bertujuan  untuk menyamakan persepsi perihal perencanaan dan pengendalian kebutuhan guru yang meliputi, analisis jabatan guru, analisis beban guru, penghitungan kebutuhan guru, serta distribusi guru berbasis zona.

“Dengan rakor ini kita akan memperoleh janji jumlah formasi/kebutuhan guru per sekolah, per jenjang, per mata pelajaran, yang akan diusulkan oleh bupati/walikota/gubernur melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk keperluan gugusan tahun 2019 yang akan datang,” jelasnya.

Penerapan Sistem Zonasi

Pada kesempatan tersebut, Mendikbud juga memberikan semoga sistem zonasi benar-benar sanggup dilaksanakan untuk kemajuan dunia pendidikan. “Sistem zonasi akan terus kita perkuat. Tahun depan ada 2.578 zona di seluruh Indonesia yang telah disepakati oleh dinas-dinas pendidikan. Makara nanti semua penanganan pendidikan akan berbasis zona. Indonesia bukan menjadi satu-satunya negara yang menerapkan sistem zonasi di Asia Tenggara. Singapura telah menerapkan zonasi semenjak 12 tahun yang lalu. Australia, Amerika Serikat, dan Jepang juga menerapkan sistem zonasi dalam pendidikan,” terang Mendikbud.

Terkait dengan itu, Mendikbud mengharapkan  agar Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) ke depannya menyediakan jurusan mayor dan minor untuk setiap calon guru. “Saya sudah memberikan kepada Bapak Menristekdikti semoga LPTK kembali mempunyai double track untuk setiap guru dimana guru mengajar minimum 2 mata pelajaran yang serumpun, misalnya Sosiologi dengan Antropologi. Selama ini yang menciptakan kita boros yaitu keadaan dimana satu guru hanya mengajar satu mata pelajaran dan bila mau mengajar lebih dari satu mata pelajaran akan dikatakan tidak linier dan tidak diakui. Untuk para guru yang sudah ada maka akan kita sekolahkan kembali sesuai dengan kebutuhan di masing-masing zona. Oleh alasannya itu, pemetaan guru sangat penting”, pungkas Mendikbud.

Referensi artikel : https://www.kemdikbud.go.id

0 Response to "√ Beban Kerja Guru Bukan Lagi 24 Jam Tatap Muka Tapi 8 Jam Selama 5 Hari Kerja"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel